Rabu, 16 September 2009

Beberapa teori Kluckhohn

1.Teori Kluckhohn dalam bidang penyelidikan Culture and personality

Perhatian Kluckhohn terhadap bidang penyelidikan Culture and Personality mulai sewaktu ia menulis buku berjudul Navaho Witchcraft dimana ia membuat gambaran yang sangat baik tentang ilmu dukun dan ilmu sihir orang Navaho dengan menganalisa secara psikoanalisa dalam berbagai gejala dan unsur-unsur dalam ilmu sihir tersebut untuk mencapai pengertian yang mendalam tentang berbagai unsur kebudayaan tertentu.

Konsep dalam bidang penyelidikan kebudayaan dan watak manusia dikembangkan Kluckhohn bersama dengan ahli psikologi O.H. Mowrer untuk mempertajam pengertian mengenai pengaruh kebudayaan terhadap watak manusia dan sebaliknya dan konsep itu diumumkan kepada dunia ilmiah melalui sebuah karangan yang berjudul Culture and Personality, A Conceptual Scheme (1941) , ia menyimpulkan bahwa watak manusia merupakan suatu rangkaian dari proses-proses fungsional yang berpusat kepada alam rohani yang letaknya di daerah otak dan saraf dari individu tersebut. Proses-proses fungsional tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu yaitu wilayah sekitar fisiknya (alam dan gejala-gejala fisik sekitarnya), wilayah sekitar sosialnya (sesame manusia dan kelompok-kelompok manusia sekitarnya), wilayah sekitar kebudayaannya (nilai-nilai, adat istiadat dan benda-benda kebudayaan sekitarnya) dan juga alam rohani sub-sadar individu tersebut).

Pemikiran mengenai unsur-unsur yang menyebabkan watak individu dalam hubungan erat dengan unsur-unsur yang menyebabkan masyarakat dan kebudayaan menurut konsep Kluckhohn, dilakukan secara konkrit olehnya bersama-sama dengan berbagai ahli psikologi dan antropologi dan terbit dalam sebuah buku kumpulan karangan-karangan berjudul Personality in Nature , Society and Culture (1954) dengan pimpinan redaksi dari Kluckhohn dan A.A.Murray.


2.Teori Kluckhohn dalam buku “mirror for man”

Selain sumbangannya yang besar terhadap penelitian dan penyelidikan Culture and Personality, Kluckhohn juga memberi sumbangan yang besar terhadap usaha memperjelas pengertian mengenai kebudayaan. Bersama dengan Kroeber, ia mengumpulkan dan menganlisa berbagai defenisi mengenai pengertian kebudayaan dan mendapatkan lebih dari 160 pengertian mengenai kebudayaan dari berbagai ahli fakir. Sedangkan konsepnya mengenai pengertian kebudayaan ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Mirror for Man dimana ia menerangkan mengenai tujuan antropologi sebagai suatu ilmu dimana manusia dapat mengerti tentang manusia dengan seolah-olah melihat diri manusia sendiri melalui cermin.Dalam konsepnya sendiri, ia merumuskan defenisi budaya sebagai :
Total cara hidup manusia
Warisan social dari individu yang diperoleh dari kelompoknya
Sebuah cara berpikir, perasaan, dan kepercayaan
Sebuah abstraksi dari tingkah laku
Sebuah teori dalam ilmu antropologi tentang bagaimana cara sekelompok orang dalam kelompok bertingkah laku
sebuah gabungan dari apa yang dipelajari
Segenap pedoman dasar untuk menyelesaikan masalah
Tingkah laku yang dipelajari
Sebuah mekanisme peraturan yang baku tentang tingkah laku
Segenap teknik untuk menyesuaikan diri ke lingkungan luar dan ke orang lain
Sebuah penerapan dari sejarah
Dan berbalik, mungkin dalam keputus-asaan, sebagai kiasan, seperti peta, seperti sebuah saringan, dan seperti susunan angka-angka.


3.Teori Kluckhohn mengenai masalah universal pada semua manusia

Kluckhohn juga mengembangkan konsep mengenai masalah universal dengan pandangan bahwa di dalam aneka ragam kebudayaan di dunia, masih ada hal-hal yang bersifat universal yang ada pada semua manusia. Pendirian ini dikembangkannya dengan cara membandingkan kebudayaan-kebudayaan yang beraneka warna antara satu dengan yang lain dan juga melalui cara menerapkan konsep-konsep psikologi dan teori belajar kepada bahan etnografi, terutama pada kebudayaan Navaho yang sangat dikenalnya. Ia membuat banyak karangan-karangan mengenai masalah-masalah universal, namun salah satu yang terkenal diantaranya adalah sebuah karangan yang berjudul Universal Values and Anthropological Relativism (1952) dan juga ia mengembangkan beberapa paham mengenai hal nilai kebudayaan itu untuk dapat dipergunakan untuk perbandingan secara cross-cultural .

Kluckhohn juga ikut dalam kegiatan penyelidikan terhadap watak kebudayaan dan watak bangsa seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli antropologi lain, dan ia juga ditugaskan untuk memimpin penyelidikan secara besar-besaran terhadap kebudayaan dan masyarakat Uni Soviet yang dilakukan Universitas Harvard. Ia juga pernah menulis tentang beberapa unsur dari kebudayaan dan masyarakatnya sendiri, yaitu kebudayaan dan masyarakat Amerika, yaitu dalam The Dynamics of American Democracy (1950) dan American Culture and Military Life (1951).

Selain itu juga, Kluckhohn juga memikirkan masalah hubungan antara ilmu-ilmu sosial. Yang tampak dari karya-karyanya, Are There Unifying Concepts That Can Be Applied Across Various Disciplines (1955) dan juga melalui hubungan kerjasamanya dengan ahli sosiologi dari Harvard yaitu Talcott Parsons dan ahli-ahli lain.


4.Teori Kluckhohn sebagai pengaruh dari Levi-Strauss

Teori Clyde Kluckhohn mengenai pertentangan dan klasifikasi dualisme diadik dan konsentrikal dalam analisa mitologi memperlihatkan ketertarikan terhadap konsep-konsep dari Levi-Strauss. Hal ini dapat dimengerti karena Kluckhohn sebagai ahli khusus masalah nilai-nilai budaya, tentu berkaitan dengan analisa terhadap mitologi,dan upacara-upacara keagamaan. Selain itu, Kluckhohn juga memakai analisa Levi-Strauss dalam buku-bukunya, seperti pada karangan Levi-Strauss tentang penerapan analisa linguistik pada ilmu antropologi. Kluckhohn juga mengembangkan konsep yang disebutnya “kebudayaan terpendam” (covert culture), yaitu gagasan manusia yang terpendam dalam jiwanya yang secara universal melandasi segala tingkah lakunya. Dan apabila dipahami lebih jauh, konsep Kluckhohn ini seolah-olah mengingatkan pada struktur-struktur elemanter Levi-Strauss, yang secara universal menganggap berada dalam akal manusia serta menjadi landasan dari tingkah laku simboliknya dalam interaksi dengan sesamanya. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa Kluckhohn mengembangkan suatu metode analisa mitologi yang hampir sama dengan Levi-Strauss, akan tetapi tidak secara langsung dari Levi-Strauss.

Kluckhohn bersama dengan istrinya, F.Kluckhohn menyatakan bahwa tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, ia membuat suatu kerangka teori yang dapat dipakai para ahli antropologi untuk menganalisa secara universal tiap variasi dalam sistem nilai budayadalam semua macam kebudayaan di dunia. Menurut C.Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah :

  • Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia (selanjutnya disingkat dengan MH)

  • Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (selanjutnya disingkat dengan MK)

  • Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (selanjutnya disingkat MW)

  • Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (selanjutnya disingkat MA)

  • Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (selanjutnya disingkat MM)


    Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan kelima masalah universal itu mungkin berbeda-beda, misalnya :
  1. Untuk masalah hakikat hidup manusia (MH), ada kebudayaan yang memandang bahwa hidup itu buruk, maka perlu dihindari. Ada juga kebudayaan lain yang memandang bahwa hidup itu baik adanya, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup itu buruk adanya, tetapi manusia dapat mengusahakannya untuk menjadi baik.

  2. Untuk masalah hakikat karya (MK), ada kebudayaan yang memandang bahwa karya manusia itu bertujuan untuk menafkahi hidup, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya itu untuk memberikannya suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya manusia itu merupakan suatu gerak hidup untuk menghasilkan lebih banyak karya lagi.

  3. Untuk masalah persepsi manusia mengenai waktu (MW), ada kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa yang lampau, ada juga kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa kini. Ada juga kebudayaan yang memandang penting ke masa depan.

  4. Untuk masalah pandangan manusia mengenai alam (MA), ada kebudayaan yang menganggap bahwa manusia hanya dapat tunduk pada kekuasaan alam yang dahsyat saja, ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa manusia harus berusaha mencari keselarasan hidup dengan alam. Ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa alam itu merupakan sesuatu yang harus ditaklukkan dan dikuasai manusia.

  5. Untuk masalah hakikat hubungan manusia dengan sesamanya (MM), ada kebudayaan-kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya (hubungan antara manusia dengan sesama manusia yang termasuk tokoh-tokoh berpangkat dan atasan), ada juga kebudayaan lain yang lebih mementingkan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam hubungan yang horizontal, artinya lebih mengutamakan hubungan yang saling bekerja sama atau gotong royong dengan sesamanya. Ada juga kebudayaan-kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup manusia itu tidak perlu tergantung dengan manusia lain, kebudayaan-kebudayaan seperti ini, sangat mementingkan individualisme , sangat menilai tinggi anggapan bahwa manusia harus mampu berdiri sendiri dan untuk mencapai tujuannya, berusaha melakukannya sendiri dan jika memerlukan bantuan, sedikit mungkin memerlukan bantuan orang lain.


    Setelah Kluckhohn meninggal, istrinya, F.Kluckhohn menerapkan kerangka itu malalui suatu penelitian kuantitatif dengan suatu kuesioner proyektif pada sampel-sampel dari orang Amerika kulit bule dari Texas, orang Amerika keturunan Spanyol, orang Indian dari suku bangsa Navaho, dan orang Indian dari suku bangsa Pueblo Hopi. Hasil penelitian ini diterbitkan dalam buku tebal berjudul Variations in Value Orientation (1961)